Oleh :
M. ARI ARDIANA
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2017
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan masyarakat adalah suatu proses yang ditumbuhkan
untuk menciptakan kondisi-kondisi bagi kemajuan ekonomi sosial masyarakat seluruhnya kepada inisiatif masyarakat. Dalam konteks pembangunan nasional, maka diperlukan
adanya pembangunan pada skala yang lebih kecil, dalam hal
ini
ialah pembangunan sosial dan
pembangunan masyarakat (komunitas).
Oleh karena itu pembangunan masyarakat sangatlah penting untuk mewujudkan
masyarakat Indonesia yang
berkeadilan, berdaya
saing, maju, dan sejahtera
dalam wadah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Secara hirarki, penyuluhan perikanan melibatkan segenap jajaran dalam lingkup
pemerintah mulai dari level desa hingga pemerintah pusat. Melalui koordinasi
dan komunikasi yang baik dapat dikembangkan penyuluhan perikanan yang
berkualitas, yang dapat melayani klien dengan benar sesuai falsafah penyuluhan
yang telah dikemukakan di depan.
Model pembanguan haruslah direncanakan. Perencanaan
strategis mempunyai karakteristik sebagai berikut: (1) Dipisahkan antara
rencana strategis dengan rencana operasional. (2) Penyusunan rencana strategis
melibatkan secara aktif semua stakeholders di masyarakat (dengan kata lain,
Pemerintah bukan satu-satunya pemeran dalam proses perencanaan strategis. Oleh karena itu, model pembanguan harus mengguakan
model yang efektif dengan melihat kondisi masyarakat.
Bagi sejumlah pengamat pendidikan, dunia pendidikan di negara-negara kaya yang
sudah lebih suntuk dengan industrialisasi seakan-akan menjadi teladan dan
impian. Bagi sebagian akademisi Indonesia serta para orang tua Indonesia yang
kaya, pendidikan tinggi di luar negeri ini menjadi alternatif pendidikan yang
lebih menjanjikan dari pada yang tersedia di Indonesia. Sebuah angan-angan
kedaluwarsa biasanya berarak dalam pandangan mereka tentang kehebatan
pendidikan luar negeri. Di sana berbagai karya ilmiah dihasilkan.
Komunitas
berasal dari bahasa Latin yakni, communitas yang berarti “kesamaan”, kemudian
dapat diturunkan dari communis yang berarti “sama, publik, dibagi oleh semua
atau banyak. Dan dapat disimpulkan bahwa masyarakat setempat ( community )
adalah suatu wilayah kehidupan sosial yang ditandai oleh suatu derajat hubungan
sosial yang tertentu. Oleh karena,
setiap komunitas harus memiliki kompeten dan keahlian dalam bidangnya.
1.2 Tujuan
1.
Membahas
pemberdayaan masyarakat dan ciri komunitas yang baik
2.
Membahas model
pembangunan masyarakat di perkotaan
3.
Membahas
komunitas kompeten
BAB II PEMBANGUNAN MASYARAKAT
2.1 Pengertian
Istilah
pembangunan bisa saja diartikan berbeda oleh satu orang dengan orang lain,
daerah yang satu dengan daerah lainnya, Negara satu dengan Negara lain. Namun secara umum ada suatu kesepakatan bahwa
pembangunan merupakan proses untuk melakukan perubahan (Riyadi dan Deddy
Supriyadi Bratakusumah, 2006).
Pembangunan
masyarakat adalah suatu proses yang ditumbuhkan untuk menciptakan
kondisi-kondisi bagi kemajuan ekonomi social masyarakat seluruhnya kepada
inisiatif masyarakat (Konkon Subrata, 2006).
Dalam hal ini,
pembangunan dapat diartikan sebagai suatu upaya terkoordinasi untuk menciptakan
alternatif yang lebih banyak secara sah kepada setiap warga negara untuk
memenuhi dan mencapai aspirasinya yang paling manusiawi (Nugroho dan Rochmin
Dahuri, 2009).
Pembangunan
sebagai “Suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang
berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah,
menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building)” (Siagian,
2008).
2.2 Komunitas yang baik
1.
Primary
Group -> Hubungan pribadi yang baik. Berinteraksi satu dengan yang lain
berdasarkan hubungan pribadi.
Kompetensi yang dibentuk dalam diri
peserta didik melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan objek,
fenomena, pengalaman, dan lingkungan peserta didik. Kompetensi yang dapat
di bentuk diantaranya, (Komalasari, 2010).
Abraham Sperling
dalam Mangkunegara (2007:68) mengemukakan bahwa motivasi itu didefinisikan
sebagai suatu kecenderungan untuk beraktivitas, mulai dari dorongan dalam diri
(drive) dan diakhiri dengan penyesuaian diri (dalam Mangkunegara).
Kelompok primer (primary group) atau face to face group merupakan
kelompok sosial yang paling sederhana, dimana para anggota-anggotanya saling
mengenal, di mana ada kerja sama yang erat (Baron, 2005).
beberapa sifat antaraksi yang umum berlaku dalam
kelompok primer :
1.
Antaraksi sosial didasari atas adat yang tidak tertulis bukan
berdasarkan atas hukum formal.
2.
Antaraksi sosial yang bersifat sakral,
3.
Antaraksi kelompok primer itu lebih bersifat homogen.
4.
Antaraksi antara anggota-anggota kelompok primer itu sangat
intim dan tidak anonym (Moeis, 2008).
2. Komunitas memiliki
Otonomi : Kewenangan dan
kemampuan untuk mengurus kepentingannya sendiri secara bertanggung jawab.
Otonomi daerah sendiri menurut HAW Widjaja adalah Penyerahan
urusan pemerintah kepada pemerintah daerah yang bersifat operasional dalam
rangka system birokrasi pemerintahan (Widjaja, 2007).
Prinsip otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab adalah
otonomi daerah itu harus merupakan otonomi yang bertanggung jawab,dalam arti
bahwa pemberian otonomi itu harus benar–benar sejalan dengan tujuannya, yaitu
melancarkan pembangunan yang tersebar di pelosok negara dan serasi atau tidak
bertentangan dengan peraturan–peraturan, pembinaan politik dan kesatuan bangsa
serta menjadi hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah atas dasar keutuhan negara kesatuan” ( Kaho, 2008 ).
Otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur dan
mengurus rumah tangga sendiri. Dengan otonomi daerah tersebut, menurut Mariun
(2007) bahwa dengan kebebasan yang dimiliki pemerintah daerah memungkinkan
untuk membuat inisiatif sendiri, mengelola dan mengoptimalkan sumber daya
daerah. (Bayu Suryaningrat, 2008).
3. Komunitas memiliki
Viabilitas : Kemampuan untuk menyelesaikan masalahnya sendiri
Gulo (2006) menyatakan bahwa problem solving adalah metode
yang mengajarkan penyelesaian masalah dengan memberikan penekanan pada
terselesaikannya suatu masalah secara menalar.
Viabilitas atau problem solving merupakan salah satu indikator dalam
menentukan komunitas yang baik. Berkenaan dengan problem solving, dikenal
istilah kecakapan hidup adalah
kecakapan yang dimiliki seseorang untuk mampu menghadapi problema hidup dan
kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif mencari
serta menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya (Komalig, 2008).
Menurut
Malizia (dalam Blakely dan Bradshaw, 2006) pada pengembangan proyek
,kelangsungan hidup ditentukan dalam kaitannya dengan empat hal yang saling
berhubungan yaitu 1. Viabilitas masyarakat / komunitas , 2. Viabilitas lokasional, 3. Viabilitas
komersial, 4. Viabilitas implementasi.
Polya (dalam Hudoyo, 2007) mendefinisikan pemecahan masalah
sebagai usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan. Pemecahan masalah
merupakan suatu tingkat aktivitas intelektual untuk mencari penyelesaian
masalah yang dihadapi dengan menggunakan bekal pengetahuan yang sudah dimlliki.
4. Distribusi kemampuan yang
merata. Setiap orang berkesempatan sama dan bebas memiliki serta mengatakan
kehendaknya
Setiap orang berhak atas kebebasan berpendapat atau
mengeluarkan pendapat; hak itu meliputi kebebasan mempertahankan pendapat
dengan tanpa gangguan, serta mencari, menerima, dan meneruskan segala informasi
dan gagasan, melalui media apa pun (Dahlan dan H. Asy’ari,
2006).
Pemberdayaan sebagai
menempatkan pekerja bertanggung jawabatas apa yang mereka kerjakan. Dengan
demikian pemimpin memeberikan kepercayaan kepada pegawai supaya pegawai belajar
bertanggung jawab atas pekerjaanya serta mengambil keputusan yang tepat (Sedarmayanti, 2010).
Dengan memahami
pembangunan sebagai perubahan struktur, maka mekanisme pembentukan modal yang
benar merupakan kunci dari pengembangan ekonomi rakyat/masyarakat. Dengan
pengertian ini setiap anggota masyarakat memiliki peran serta dalam proses
pembangunan, mempunyai kemampuan sama, dan bertindak rasional (Janice, 2015).
Pemberdayaan
sebagai suatu program, dilihat dari tahapan-tahapan kegiatan guna mencapai
suatu tujuan, yang biasanya sudah ditentukan jangka waktunya. Sebagai suatu
proses, pemberdayaan merupakan proses yang berkesinambungan sepanjang hidup
seseorang (on going process) yang melihat proses pemberdayaan individu sebagai
suatu proses yang relative terus berjalan sepanjang usia manusia (Adi, 2008).
5.
Kesempatan
setiap anggota masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam mengurus kepentingan
bersama
Partisipasi bisa diartikan sebagai keterlibatan seseorang
secara sadar ke dalam interaksi sosial dalam situasi tertentu. Dengan
pengertian itu, seseorangbisa berpartisipasi bila ia menemukan dirinya dengan
atau dalam kelompok, melalui berbagai proses berbagi dengan orang lain dalam
hal nilai, tradisi, perasaan,kesetiaan, kepatuhan dan tanggungjawab bersama (Ach. Wazir Ws.,et al, 2010).
Keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian
masalah dan potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan
tentang alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi
masalah, dan keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang
terjadi (Isbandi, 2007).
Partisipasi masyarakat
dilihat dari bentuknya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu “partisipasi non fisik dan partisipasi fisik”.
Partisipasi fisik adalah partisipasi
masyarakat (orang tua). Sedangkan partisipasi non fisik adalah partisipasi keikutsertaan masyarakat dalam
menentukan arah dan pendidikan nasional
(Basrowi, 2009).
Partisipasi yang tumbuh dalam masyarakat dipengaruhi
oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan seseorang dalam berpartisipasi, yaitu : usia,
jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan lamanya tinggal (Firmansyah, 2009).
6.
Komunitas
yang memberi makna kepada anggotanya. Sejauh manakah pentingnya komunitas bagi
seorang anggota?
Komunitas itu adalah sekumpulan orang yang saling berbagi masalah,
perhatian atau kegemaran terhadap suatu topik dan memperdalam pengetahuan serta
keahlian mereka dengan saling berinteraksi secara terus-menerus. Selain itu,
pengertian komunitas ada yang mengacu pada orang yang berdasarkan nilai-nilai
dan kepentingan bersama yang khusus (Broom, 2006).
Pemberian makna kepada orang lain lebih dikenal dengah istilag presepsi.
Persepsi adalah suatu proses memberikan makna, yang sebenarnya merupakan akar
dari opini, dipengaruhi oleh pendirian yang juga dibentuk oleh tiga faktor
penentu yaitu affect, behaviour dan cognition. Persepsi
yang sudah dipengaruhi oleh pendirian selanjutnya dapat membentuk opini (Asariansyah, 2013).
Opini individu bisa berkembang menjadi luas. Opini yang terkristal menjadi
luas itu disebut opini publik. Opini juga berkaitan erat dengan pendirian,
sebagai salah satu ramuan pembentuk opini, pendirian mempunyai tiga komponen
pembentuk yakni, Affect atau perasaaan, Behaviour atau perilaku
dan Cognition atau pengertian atau penalaran (Shofiyah, 2011).
Pemberikan makna dalam perencanaan suatu pembangunan tidak dilakukan oleh
sepihak, dan atas dasar tersebut masyarakat mempunyai hak dan wewenang untuk
ikut serta dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan pem-bangunan (Cangara, 2005).
7.
Didalam
komunitas dimungkinkan adanya heterogenitas dan perbedaan pendapat.
Konflik merupakan kondisi terjadinya ketidakcocokan antar
nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri individu
maupun dalam hubungannya dengan orang lain (Wijono, 2008).
Heterogenitas
atau beda pendapat merupakan ciri indicator komitas yang baik. Dalam proses pembangunan masyarakat dibutuhkan
suatu komunitas yang baik. Karena pembangunan masyarkat bertujuan untuk pembentukan
masyarakat yang memiliki kemampuan yang memadai untuk memikirkan dan menentukan
solusi yang terbaik dalam pembangunan tentunya tidak selamanya harus dibimbing,
diarahkan dan difasilitasi (Sulistio,
2012).
Dalam
proses pemberdayaan masyarakat, adanya heterogenitas menyebabkan tingkat
pendapatan pada suatu komonitas masyarkat
tidak lagi menjadi tolak ukur utama dalam menghitung tingkat
keberhasilan pembangunan (Elmubarok, 2008).
Masyarakat
dengan tingkat heterogenitas yang tinggi, misalnya dari segi agama dan budaya
akan mempengaruhi strategi partisipasi yang digunakan mereka serta metodologi
yang digunakan mereka pula (Huraerah, 2008).
8.
Didalam
komunitas, pelayanan masyarakat ditempatkan (dilancarkan) sedekat dan secepat
mungkin pada yang berkepentingan.
Pelayanan
adalah proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain secara langsung.
Pelayanan yang diperlukan manusia pada dasamya ada dua jenis, yaitu layanan
fisik yang sifatnya pribadi sebagai manusia dan layanan administratif yang
diberikan oleh orang lain selaku anggota organisasi, baik itu organisasi masa
lalu atau Negara (Fathor, 2010).
Pelayanan umum yang wajar Pelayanan umum yang wajar berarti
tidak ditambah-tambah menjadi pelayanan yang bergaya mewah, tidak dibuat-buat,
pelayanan biasa seperlunya sehingga tidak memberatkan pelanggan. Pelayanan
umum yang terjangkau Dalam memberikan pelayanan, uang retribusi dari pelayanan
yang diberikan harus dapat dijangkau oleh pelanggan (Boediono, 2003).
Masyarakat yang merupakan pelanggan dari pelayanan publik, juga memiliki
kebutuhan dan harapan pada kinerja penyelenggara pelayanan publik yang
professional, sehingga yang sekarang menjadi tugas pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah adalah bagaimana memberikan pelayanan publik yang mampu
memuaskan masyarakat (Ratminto, 2005).
Kualitas suatu pelayanan memiliki keterkaitan dengan unsur-unsur yang
mempengaruhi kualitas pelayanan itu. Unsur umum yang akan mempengaruhi kualitas
pelayanan, adalah tangible, responsivenees,
reability, emphaty, dan
lain-lain (Tirtariandi, 2012).
9.
Didalam
komunitas bisa terjadi konflik. Komunitas harus memiliki kemampuan untuk
managing conflict.
Umat manusia selalu berjuang dengan konflik. Kita tidak bisa membayangkan
seseorang yang tidak pernah memiliki konflik dalam setiap aktivitasnya
(William Hendricks, 1: 2010). Segala yang berhubungan dengan usaha pencapaian tujuan hampir dipastikan akan selalu berhadapan
dengan berbagai pertentangan atau konflik yang
melibatkan antar kelompok (Hoda Lacey, 2009).
Bentuk konflik atau pertentangan
menurut Soejono Soekamto (2007)
terbagi atas pertentangan pribadi, pertentangan rasial, pertentangan antara kelas-kelas
sosial, pertentangan politik dan pertentangan yang bersifat internasional.
Sedangkan
tipe konflik menurut William Hendricks
(2010) membagi konflik atas konflik intrapersonal, interpersonal, intra grop dan atar group.
Dampak dari adanya bentuk-bentuk konflik antara lain: Tambahnya solidaritas in group dan bila konflik
yang terjadi dalam satu kelompok tertentu malah dapat
(Soekanto Soerjono, 2007).
Manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para
pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil
tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa
penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan,
hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif (Ross, 2006).
BAB III MODEL PEMBANGUNAN MASYARAKAT DI PERKOTAAN
3.1 Pengertian
Karakteristik
Perencanaan strategis yaitu :
(1) Dipisahkan antara rencana strategis dengan rencana operasional. (2)
Penyusunan rencana strategis melibatkan secara aktif semua stakeholders di
masyarakat (dengan kata lain, Pemerintah bukan satu-satunya pemeran dalam proses
perencanaan strategis (Zuhriyah dan Amanatuz, 2011).
Sistem perencanaan keruangan di
sebagian besar negara Eropa, sejak tahun 1960an, mempunyai struktur yang
formal, yaitu adanya hierarki rencana yang menurun dari atas ke bawah, yaitu
dari tingkat nasional, ke regional, sampai ke rencana lokal tata ruang (Wiley,
J. 2006).
Pembangunan nasional adalah
kegiatan yang berlangsung terusmenerus dan berkesinambungan yang bertujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik yang bersifat material maupun spritual (Mujiadi,dkk. 2009).
Dalam jangka pendek penawaran
sangat inelastis, ini berarti harga tanah pada wilayah tertentu akan tergantung
pada faktor permintaan, seperti kepadatan penduduk dan tingkat pertumbuhannya,
tingkat kesempatan kerja dan tingkat pendapatan masyarakat serta kapasitas
sistem transportasi dan tingkat suku bunga (Noegroho, dkk. 2007).
3.2 Model
pembangunan
1. Model
dunia ketiga, strateginya top down sehingga prakarsa dan swadaya masyarakat
masih lemah.
Sebagaimana kebijakan pengelolaan lingkungan
di Indonesia lainnya bahwa pengelolaan lingkungan dengan pendekatan
stated-based didasarkan pada pendekatan top down, dimana dilaksanakan karena
ada anggapan bahwa penduduk yang berpenghasilan rendah tidak memiliki
pengetahuan teknis yang dibutuhkan untuk memberikan kontribusi efektif dalam
proses perencanaan (Loftland, Moleong. 2008).
Kemiskinan merupakan masalah yang pada umumnya
dihadapi hampir di semua negara-negara berkembang, terutama negara yang padat
penduduknya (Suradi dkk, 2007).
Pelaksanaan proyek PNPM-MP khususnya
program BKM dan KSM mendapatkan berbagai tanggapan dari masyarakat. Pendapat
masyarakat yang pro beranggapan bahwa pada prinsipnya program tersebut adalah
perpanjangan tangan dari pemerintah melalui PNPM-MP sehingga masyarakat Desa
Namar dan Desa Ngilngof tidak berkeberatan untuk menerima dan melaksanakan
program tersebut (Suharto. 2006).
Kemandirian tersebut meliputi
kemandirian berfikir, bertindak, dan mengendalikan apa yang mereka lakukan
tersebut. Untuk mencapai kemandirianmasyarakat diperlukan sebuah proses.
Melalui proses belajar maka secara bertahap masyarakat akan memperoleh
kemampuan atau daya dari waktu ke waktu (Sagrim dan Mamah. 2009).
2. Model
keseimbangan, merupakan modeln korea selatan yang menyeimbangkan antara sektor
perkotaan (industri) dan sektor perdesaan (agraris)
Menurut Sjafrizal (2009) ketimpangan
pembangunan antar wilayah dipicu oleh beberapa hal antara lain: perbedaan
potensi daerah yang sangat besar, perbedaan kondisi demografis dan
ketenagakerjaan, dan perbedaan kondisi sosial budaya antar wilayah.
Dalam tinjauan ekonomik dan sosiologik,
masyarakat kurban pengalihan fungsi lahan pertanian akan mengalami kesulitan
memperoleh pekerjaan baru yang dapat menjamin kelangsungan hidupnya. Perubahan
pola interaksi sosial semacam ini akan berpotensi menimbulkan konflik karena
adanya ketidaksesuaian dalam proses sosial (McCurdy, 2009).
Muhi (2011) mengungkapkan bahwa
keterbelakangan pembangunan di perdesaan menyebabkan penduduk desa bermigrasi
ke kota, sehingga banyak pemerintah kota menghadapi masalah ledakan penduduk,
pengangguran, gelandangan, kriminalitas, dan sebagainya. Fenomena ini membuat
jumlah penduduk di kota meningkat tajam.
Pada
tahun 2005 Korea Selatan telah berubah menjadi negara industri yang utama.
Negara ini juga berada pada peringkat ke-12 dalam PDB nominal, tingkat
pengangguran rendah, dan pendistribusian pendapatan yang relatif merata (World
Bank, 2007).
3. Model
negara maju digunakan untuk mengatasi dampak negative kemajuan dunia modern
yaitu mengatasi dampak pertumbuhan ekonomi yang menjadi beban masyarakat.
Untuk mencapai angka pertumbuhan ekonomi
yang tinggi seperti itu, maka pemilihan struktur produksi jasa dan manufaktur,
serta mengurangi porsi sektor pertanian secara seimbang, barangkali tidak dapat
dihindari (Sztompka, P. 2007).
Alternatifnya, bila seseorang berfikir,
bahwa pembangunan itu merupakan upaya peningkatan kemampuan yang membentuk atau
dibentuk oleh lingkungannya, maka tentunya dia akan melihat bahwa pertumbuhan
ekonomi yang dimaksudkan hanya merupakan salah satu konsekuensi pembangunan,
sekalipun (mungkin) tidak penting (Smit, B., & Wandel, J. 2006).
Penelitian yang dilakukan Wongdesmiwati
(2009), menemukan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara pertumbuhan
ekonomi dan tingkat kemiskinan. Kenaikan pertumbuhan ekonomi akan menurunkan
tingkat kemiskinan (Hermanto Siregar dan Dwi Wahyuniarti, 2007).
Efektivitas pembelajaran kewirausahaan
di kelas kewirausahaan SMK di Malang menununjukkan bahwa materi dan strategi
pembelajaran kewirausahaan tidak cukup efektif dalam mengembangkan nilai-nilai
kewirausahaan siswa (Winarno, 2007).
4. Model
kelompok sasaran, masyarakat dikelompokan menjadi kelompok berpenghasilan
rendah, kelompok minoritas dan kelompok terasing.
Apabila dilihat dari perbandingan akses
keuangan, di negara maju hanya 8 persen dari jumlah penduduknya yang belum
memiliki akses keuangan, sedangkan di negara-negara berkembang mencapai 59
persen (Damayanti, 2013).
Menurut Soejamto, terdapat 3 jenis
pengendalian yaitu: 1) Pengendalian feed forward (pendahuluan) didesain untuk
mengantisipasi masalah yang mungkin muncul dan mengambil tindakan pencegahan.
2) Pengendalian concurrent berfokus pada apa yang terjadi selama proses kerja
berlangsung. 3) Pengendalian feedback (umpan balik) dilakukan setelah kegiatan
selesai (Hardika. 2007).
Kelompok sasaran/ target penerima
subsidi adalah keluarga/ rumah tangga termasuk perorangan baik yang berpenghasilan tetap maupun tidak
tetap (Permenpera No.03/PERMEN/M/2007).
Di dalam kehidupan komunitas
ketetanggaan ada istilah yang disebut "wired neighborhoad”, Ibrahim dalam
Surya (2010) telah diramalkan bentuk komunitas ini akan muncul, mengikat warga
tidak dengan spatial geografi tetapi diikat oleh berbagi kepentingan atau
shared interest dalam Evers & Korff dalam batara (2010) (Arsyad dan
Lincolin, 2010).
5. Model
lembaga swadaya, merupakan prinsip ideal pembangunan masyarakat yang meliputi
swadaya dan kerja sama.
Pembangunan pedesaan perlu mendapat
prioritas utama dari pemerintah daerah, karena di wilayah ini ada berbagai
kondisi ketertinggalan dan keterbelakangan, baik dilihat dari aspek geografis,
topografis, demografis maupun sarana dan prasarana (Adisasmita, 2006).
Implikasinya dapat disimpulkan bahwa
modal sosial yang hadir sebelum adanya tindakan kolektif merupakan mekanisme
penyesuaian diri masyarakat terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di luar
sistem mereka (ACE, 2007).
PLP–BK (Penataan Lingkungan Permukiman
Berbasis Komunitas) yang merupakan salah satu program dari PNPM–MP (Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan) yang merupakan intervensi lanjutan
dari P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan) (Pedoman PLP–BK, 2008,
h.2–3).
Berbagai polemik tersebut, LSM-lah yang
selama ini sangat ngotot dan aktif menyuarakan keluhan masyarakat ke tingkat
Legislastif (DPRD), Eksekutif dan Yudikatif. Bila tidak minimal permasalahan
Warga Negara disampaikan kemedia dan akhirnya menjadi perhatian Publik (Adimihardja. K. 2008).
BAB IV KOMUNITAS
KOMPETEN
4.1 Pengertian
Komunitas berasal dari bahasa Latin
yakni, communitas yang berarti “kesamaan”, kemudian dapat diturunkan dari
communis yang berarti “sama, publik, dibagi oleh semua atau banyak. Dasar-dasar dari
masyarakat setempat adalah lokalitas dan perasaan semasyarakat setempat (Fathor, 2010).
Pembelajaran dalam pola-pola
learning community juga dapat membentuk kompetensi peserta didik. Kompetensi
yang dibentuk dalam diri peserta didik melalui proses interaksi yang
berkesinambungan dengan objek, fenomena, pengalaman, dan lingkungan peserta
didik (Komalasari, 2010).
Namun ketika menyangkut dalam
kompetensi yang harusnya muncul ketika menerapkan membangun komunitas belajar
yang sesuai dengan pendapat Komalasari, kompetensi yang diharapkan itu tidak
semuanya muncul pada peserta didik kelas VIII SMP Negeri 6 Kota Malang (Aneta
& Asna, 2010).
Apabila anggota-anggota suatu
kelompok baik itu kelompok besar atupun kecil, hidup bersama sedemikian rupa
sehingga mereka merasakan bahwa kelompok tersebut dapat memenuhi kepentingan-kepentingan
hidup yang utama, maka kelompok tadi dapat disebut masyarakat setempat. Intinya
mereka menjalin hubungan sosial ( social relationship ) (Gulo, 2006).
4.2 Komponen – kompenen komunitas berkompeten
1. Mampu
mengidentifikasi masalah dan kebutuhan komunitas
Manusia yang sejahtera adalah
manusia yang berpendidikan. Artinya bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang akan berdampak pada meningkatnya pendapatan. Seorang yang
berpendidikan akan lebih mudah memperoleh pekerjaan yang lebih baik jika
dibandingkan dengan yang tidak berpendidikan (Elmubarok & Zaim, 2008).
Semakin tinggi tingkat pendidikan
masyarakat akan memudahkan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik serta
memperoleh pendapatan sehingga masyarakat mudah mengakses kesehatan (Diana, 2009).
PM
merupakan salah satu cara untuk mengukur taraf kualitas hidup penduduk.
Kualitas hidup tercermin dari pendidikan, kesehatan dan kemampuan ekonomi
masyarakat yang dilihat dari tingkat pendapatan. Semakin tinggi tingkat
pendidikan masyarakat akan memudahkan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih
baik serta memperoleh pendapatan sehingga masyarakat mudah mengakses kesehatan
(Adam
& Soebagyo, 2011).
Kesejahteraan
masyarakat tidak saja dilihat dari tingkat pendidikan tetapi juga dilihat dari
tingkat kesehatan. Berkualitas atau tidaknya kesehatan seseorang sangat
tergantung dari kemampuan seseorang untuk menjangkau layanan kesehatan (Amien,
2007).
2. Mampu
mencapai kesepakatan tentang sasaran yang dicapai dan skala prioritasnya
Pendidikan adalah prioritas utama.
Dalam pendidikan orang
dewasa maka harus dipandang secara holistic
terkait dengan individu orang dewasa. Dalam hal ini orang dewasa ber asal dari latar belakang sosio budaya yang beragam, dengan identitas yang kuat, dan kepercayaan kuat pula
(Lukman Effendy, 2011).
Dalam
proses pembelajaran
orang dewasa sebagai individu tidak semata-mata berharap dapat memenuhi kebutuhan hidupnya akan
tetapi berharap dengan apa
yang
diilikinya hidupnya akan lebih
baik,
lebih bermakna, dan
memiliki arti dalam interaksi social. (Lindeman, 2011).
Hakekatnya proses
pembelajaran dari
diri sendiri lebih
banyak dilakukan
dengan difasilitasi
dengan saran-saran yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan yang
hendak
dicapai. Materi
yang dipelajari
akan sangat beragam
tergantung kebutuhan yang dirasakan (Allen Tough, 2011).
Semakin
besar jumlah pengeluaran utnuk kesehatan, semakin baik pula derajat kesehatan
seseorang sehingga berdampak pada kesejahteraan. Semakin kecil jumlah
pengeluaran untuk kesehatan, semakin rendah pula derajat kesehatan seseorang
yang akan berdampak pada menurunnya kesejahteraan (Fakhriyah, 2014).
3. Mampu
menemukan dan menyepakati cara dan alat untuk mencapai sasaran yang telah
disetujui
Persamaan politik dapat
didefinisikan sebagai keadaan di mana setiap anggota masyarakat memiliki
kesempatan yang sama sebagaimana yang lainnya untuk berpatisipasi dalam proses
pembuatan keputusan politik negara (Saronji, 2006).
Setiap orang berhak atas kebebasan berpendapat
atau mengeluarkan pendapat; hak itu meliputi kebebasan mempertahankan pendapat
dengan tanpa gangguan, serta mencari, menerima, dan meneruskan segala informasi
dan gagasan, melalui media apa pun dan tanpa memandang batas (Alfendi, 2011).
Pemberdayaan yaitu membuat
seseorang menjadi lebih berdaya dari sebelumnya dalam arti wewenang dan
tanggung jawabnya termasuk kemampuan individual yang dimilikinya (Sedarmayanti, 2010).
Pemberdayaan
sebagai menempatkan pekerja bertanggung jawabatas apa yang mereka kerjakan.
Dengan memahami pembangunan sebagai perubahan struktur, maka mekanisme
pembentukan modal yang benar merupakan kunci dari pengembangan ekonomi
rakyat/masyarakat. Dengan pengertian ini setiap anggota masyarakat memiliki
peran serta dalam proses pembangunan, mempunyai kemampuan sama, dan bertindak
rasional (Janice, 2015).
4. Mampu bekerja sama rasional untuk bertindak
mencapai tujuan
Aryan Torrido menulis Pengembangan
Sumberdaya Manusia dalam
Pembangunan.
Manusia mmerupakan sumber daya yang menjadi modal pembangunan. Oleh karena itu
sumber daya manusia perlu terus dikembangkan. Terutama tingkat pendidikan,
keterampilan dan semangat hidup serta etos kerjanya, yaitu etos kerja yang
mencuat dari orientasi nilai-nilai budaya masyarakat (Bathara,2013).
Sudaru
Murti menulis Penguatan Kelembagaan Masyarakat Pasca Bencana. Penulis
menyimpulkan bahwa penguatan penanganan pasca bencana tanpa langkah profesional
baik melalui sistem interaksi dan sistem tindakan sesuai dengan struktur yang
ada, dapat dikatakan sebagai jejaring sosial (Blakely,
2006).
Relasi
dualistik tersebut akan terurai ketika masing-masing pihak mampu memetakan
persoalan dan sekaligus mencari solusinya. Dalam kontek hubungan sosial yang
dilakukan oleh lembaga terutama terkait dengan universitas, kedua sisi tersebut
juga terus muncul sepanjang dinamika perjalanan kerjasama antar lembaga (Adimihardja, 2008).
Universitas
sebagai sebuah lembaga pendidikan tinggi yang berada dalam kontek sosial tidak
dapat tercerabut, berada pada menara gading ataupun mengasingkan diri dari
interaksi dengan dunia luar, namun sebaliknya keterkaitan (linkage) antara
global-nasional maupun lokal (Alfendi, 2011).
4.3 Empat Unsur Dasar
Pembangunan Komunitas Menurut Dunham
1. Program
berencana
Mulai dari program NUSSP
(Neighborhood Urban Shelter Sector Project) maupun PNPM (Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat), PJ (Penerangan Jalan), komunitas masyarakat kelurahan
dan desa diberikan keluasaaan untuk menyuarakan aspirasi pembangunan non fisik
dan fisik (termasuk infrastruktur lingkungan), melaksanakan survei mandiri,
serta melakukan perhitungan kebutuhan pembangunan (Conyers, 2009).
Dari usulan masyarakat tersebut,
kemudian dilakukan penentuan prioritas pembangunan oleh Kantor Kimpraswil
(Pemukiman dan Prasarana Wilayah) kota dengan bantuan pihak ketiga (konsultan)
. Dari beberapa program yang ada, prioritas pembangunan diutamakan untuk
diberikan pada program pembangunan infrastruktur di sekitar lingkungan
masyarakat miskin (Bradshaw, 2006).
Dalam kaitan ini, integrasi SIG PP
dan SIG kolaboratif merupakan salah satu agenda riset yang penting (Carver 2001
& Mason & Dragićević 2006) dan masih belum banyak dilakukan eksplorasi.
Berangkat dari kenyataan, bahwa
publik atau warga masyarakat umum sering di-marginal-kan dalam pengambilan
keputusan dan pemilihan prioritas, terminologi SIG partisipatif muncul untuk
memfasilitasi penyerapan aspirasi anggota kelompok komunitas masyarakat (Johana, 2013).
2. Pembangkitan
tekad masyarakat untuk menolong diri sendiri tidak bergantung pada orang lain
Problem solving adalah
metode yang mengajarkan penyelesaian masalah dengan memberikan penekanan pada
terselesaikannya suatu masalah secara menalar (Gulo,
2006).
Viabilitas
atau problem solving merupakan salah satu indikator dalam menentukan komunitas
yang baik. Berkenaan dengan problem solving, dikenal istilah kecakapan hidup
adalah kecakapan yang dimiliki seseorang untuk mampu menghadapi problema hidup
dan kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif mencari
serta menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya (Komalig, 2008).
Menurut
Malizia (dalam Blakely dan Bradshaw, 2006) pada pengembangan proyek
,kelangsungan hidup ditentukan dalam kaitannya dengan empat hal yang saling
berhubungan yaitu
1. Viabilitas
masyarakat / komunitas
2. Viabilitas
lokasional
3. Viabilitas komersial
4. Viabilitas
implementasi
Pemecahan masalah
sebagai usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan. Pemecahan masalah
merupakan suatu tingkat aktivitas intelektual untuk mencari penyelesaian
masalah yang dihadapi dengan menggunakan bekal pengetahuan yang sudah dimiliki (Hudoyo, 2007).
3.
Bantuan teknis
dari pihak lain termasuk personil, peralatan dan dana
Efektivitas
dapat pula diartikan sebagai suatu kondisi atau keadaan, dimana dalam memilih
tujuan yang hendak dicapai dan sarana yang digunakan, serta kemampuan yang
dimiliki adalah tepat, sehingga tujuan yang diinginkan dapat dicapai dengan
hasil yang memuaskan (Rahardjo, 2006).
Koordinasi
akan sungguh diperlukan bilamana setiap instansi ingin mencapai produktivitas
yang berdayaguna (efisien) dan berhasilguna (efektif). Koordinasi diperlukan
mulai dari tahap perencanaan program/kegiatan, tahap pelaksanaan
program/kegiatan, bahkan sampai pada tahap evaluasi atau penilaian (Alfendi, 2011).
Rasa
ingin mendorong tumbuhnya sikap seseorang dalam kegiatan bersama dan dengan
demikian partisipasi horzontal pun salah satu kualitas lainnya masyarakat yang
berkembang kemampuannya secara sadar dan bebas memilih dan menyetujui suatu
hal, menyerap suatu nilai atau menerima suatu tugas, berkesempatan untuk
belajar dari hal-hal yang kecil untuk kemudian meningkat pada hal-hal yang
lebih besar mempunyai keyakinan bahwa kemampuannya sendiri (Legiman, 2013).
Untuk menghadapi orang dewasa seperti ini diperlukan suatu metode atau pendekatan yang
tepat serta menggunakan teknik-teknik partisipatif. Orang dewasa akan lebih siap belajar
apabila mempunyai dorongan untuk ingin
tahu sesuatu, sehingga pendidikan/pembelajaran orang dewasa perlu dirancang untuk dapat menimbulkan rangsangan keingintahuan (Legiman, 2013).
4.
Pemanduan
berbagai keahlian untuk membantu komunitas
Komunikasi
merupakan perencanaan yang sistematis maka diperlukan strategi komunikasi.
Strategi komunikasi merupakan manajemen perencanaan menyeluruh komunikasi untuk
mencapai efek komunikasi yang diinginkan. (Mulyana, 2007).
Pada
pengembangan masyarakat, strategi komunikasi pembangunan merupa-kan alat atau
jalan mencapai partisipasi masyarakat dan juga merancang pesan pembangunan yang
diperlukan dalam proses perubahan perilaku masyaraka (Nursahid, 2008).
Aktivitas sehari-hari turut ditentukan oleh
tersedianya kebutuhan fisiologis penduduk, terutama sandang, pangan dan papan.
Kebutuhan sandang penduduk di dipenuhi dari luar kampung (Tahoba, 2011).
Aktivitas
komunikasi melalui program community development di daerah penelitian
terdiri dari (a) aktivitas komunikasi dalam proses musyawarah penyu-sunan
rencana program pembangunan, seperti rencana program pembangunan infrastuktur
umum; dan (b) aktivitas komunikasi dalam kegiatan penyuluhan kepada masyarakat
berupa kegiatan-kegiatan penyuluhan di bidang kesehatan, pertanian dan
perikanan yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
masyarakat (Dilla
S, 2007).
KESIMPULAN
1. Pembangunan
adalah suatu
proses perubahan menuju ke arah yang lebih baik dan
terus menerus untuk mencapai tujuan yakni mewujudkan masyarakat
Indonesia
yang berkeadilan, berdaya
saing, maju, dan sejahtera.
2. Dalam pembangunan harus ada unsur komunitas yang baik
yang meiliki 9 ciri
3. Perencanaan pembangunan dapat diartikan
sebagai Suatu proses perumusan
alternatif yang didasarkan pada data dan fakta yang akan digunakan sebagai
bahan untuk melaksanakan suatu rangkaian kegiatan kemasyarakatan.
4. Pendekatan top-down
adalah pendekatan pembangunan di mana penentuan keputusan tidak menampung semua
aspirasi elemen di kelompok, tetapi hanya mementingkan keputusan bagian
tertentu dalam kelompok
5. Masyarakat
setempat ( community ) adalah suatu wilayah kehidupan sosial yang ditandai oleh
suatu derajat hubungan sosial yang tertentu.
6. Komunitas yang berkompeten harus memiliki beberapa
komponen – komponen diantaranya, mampu mengindentifikasi masalah, mencapai
kesepakatan, mampu menemukan menyepakati atau cara dan dapat bekerja sama
Daftar Pustaka
Arsyad. Lincolin. 2010. Ekonomi Pembangunan.Yogyakarta: YKPN
Barro.
ACE (the American Community Survey
– 2005 Edition). 2007. Ten Things to Know
about Urban Vs. Rural. Tersedia di (http://
mcdc.missouri.edu/TenThings/urbanrural.shtml). Diunduh 20 September 2016.
Adimihardja. K. 2008. Dinamika Budaya Lokal. Bandung. CV Indra
Prahasta bersama Pusat Kajian LBPB.
Ach. Wazir Ws, et
al. 2010. Panduan Penguatan Manajemen
Lembaga Swadaya Masyarakat. Jakarta: Secretariat BMA Desa Dengan Dukungan
AUS AUD melalui Indonesia HIV/AIDS and STD prevention and core projech
(online): http//: Pengertian-pengertian-menurut-para-ahli.html tanggal akses 13
Desember 2015.
Alfendi. 2011. “Analisa
Dinamika Kelompok Pada Kelompok Tani Saiyo di Kampung
Jambak Kelurahan Koto
Lalang Kecamatan Lubuk Kilangan Kota Padang”. Makalah. Jurusan Sosia Ekonomi
Fakultas Pertanian
Universitas Andalas Padang.Adisasmita,
Rahardjo. 2006. Pembangunan
Perdesaan dan Perkotaan.Graha Ilmu,Yogyakarta.
Asariansyah M F, Choirul S, Stefanus P R. 2013. Partisipasi Masyarakat Dalam Pemerataan Pembangunan Infrastruktur Jalan
(Studi Kasus Di Kecamatan Lawang Kabupaten Malang). Jurnal Administrasi Publik (Jap). 1.(6):
1141-1150
Baron, R.A., dan
Byrne, D. 2005. Psikologi Sosial.Jilid
2. Edisi Kesepuluh. Alih Bahasa: Ratna Djuwita. Jakarta: Erlangga.
Broom, Cutlip, Center. 2006. Effective Public Relations.
Jakarta : Prenada Media.
Bathara, Lamun, Kusai, Johana. 2013. “Dinamika Kelompok Pembudidaya Ikan “Mawar” Di
Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara”. Berkala Perikanan Terubuk. Volume 41. Nomor 1: 25- 36.
Blakely and Bradshaw. 2006. Planning Local Economic Development: Theory and Practice, 3rd Ed.
SAGE Publication. California@USA.
Boediono, B. 2003. Pelayanan Prima Perpajakan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Cangara, Hafied. 2005. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta:
Pt. Grafindo Persada
Conyers, Diana. 2009. Perencanaan
Sosial di Dunia Ketiga. Yogyakarta: UGM Press.
Dahlan, Saronji, Drs. Dan H. Asy’ari, S. Pd, M. Pd. 2006. Kewarganegaraan Untuk SMP Kelas VIII Jilid
2. Jakarta: Erlangga.
Davis, Gordon B.2008. Kerangka Dasar: Sistem Informasi Manajemen, Bagian I Pengantar. Seri Manajemen
No. 90-A. Cetakan
Kedua Belas, Jakarta:
PT. Pustaka Binawan Pressindo.
Effendy, Lukman. 2011. Modul Pendidikan Orang Dewasa. Bogor: STTP
Elmubarok, Zaim. 2008. Membumikan
Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta.
Fakhriyah, Efa Laela. 2014. Bukti Elektronik Dalam Sistem Pembuktian Perdata.Diunduh dari http://pustaka.unpad.ac.id pada tanggal 16 November2015
Fathor, 2010, Analisis
Indeks Kepuasan Masyarakat terhadap Pelayanan Publik BRSUD Kabupaten Bangkalan
Madura. Jurnal Studi Manajemen.
4 (1).
Gulo, W. 2006. Metode Penelitian. Jakarta: PT. Grasindo.
Hardika. 2007. Perubahan Pola Kerja Masyarakat Petani Pasca Pengalihan Fungsi Lahan
Pertanian untuk Pemenuhan Kebutuhan Nonpertanian. Forum Penelitian: Jurnal
Teori dan Praktik Penelitian.Tahun 19, Nomor 1, Juni 2007, hlm 073-096.
Huraerah, A. 2008. Pengorganisasian
Dan Pengembangan Masyarakat. Penerbit Humaniora. Bandung.
Ivancevich, M John et al. 2007. Perilaku dan Manajemen Organisasi.
(terjemahan Dharma Yuwono). Jakarta: Erlangga.
Jawa Pos. 2008. Umur Petani di Bawah 30 Tahun Hanya 12
Persen. 22 Maret 2008 halaman 15.
Janice,
Astrella. 2015. Studi Tentang Pelaksanaan Tugas Dan Fungsi Badan Pemberdayaan
Masyarakat Desa (Bpmd) Dalam Pembangunan Desa Di Desa Tanjung Lapang Kecamatan
Malinau Barat Kabupaten Malinau. Ejournal
Ilmu Pemerintahan. 3 (3): 1460-1471Gulo, W. 2006.
Metode Penelitian. Jakarta: PT. Grasindo.
Kaho, Josef riwu. 2008. Prospek
Otonomi di Negara Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Komalig FM,
Hananto M, Sukana B, Pardosi J. 2008. Faktor Lingkungan yang Dapat Meningkatkan
Resiko Penyakit Lupurs Eritematosus Sistemik. Jurnal Ekologi Kesehatan ; 7(2):747-57.
Konkon Subrata.
2009. Diktat Dinamika Kepemimpinan. Jurusan
PLS FIP IKIP. Bandung.
Legiman. 2013. Pembelajaran Orang Dewasa. Yogyakarta: Widyaiswara LPMPMaas,.
Linda T. 2004. “Peranan Dinamika Kelompok Dalam Meningkatkan
Efektifitas Kerja Tim”.
Makalah. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Loftland, Moleong. 2008. Analisis data Kualitatif, Buku Sumber
Tentang Metode-Metode Baru. UI-Press: Jakarta.
Lacey, Hoda, 2009, How to Resolve Conflict the Workplace (Mengelola Konflik di Tempat
Kerja), Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Mikkelsen, Britha.
2007. Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-upaya Pemberdayaan: sebuah buku pegangan bagi para praktisi
lapangan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Mujiadi,dkk. 2009. Pemberdayaan Masyarakat Miskin, studi
evaluasipenanggulangan Kemiskin-an Di Lima Provinsi, Badan Pendidikan dan
Penelitian Kesejahteraan Sosial, P3KS Press.
Mulyadi Sumarto, 2006 “Saemaul Undong: Ideologi, Pendekatan dan
Kontribusinya”, Makalah Lokakarya Tentang Korea III (Yogyakarta: Pusat
Studi Korea dan the Foundation of Korean,), hlm. 215.
Moleong. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. PT Ramaja Rosdakarya;
Bandung.
Mulyana. 2007. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Masduqi, A., Endah, N., &
Soedjono, E. S. (2008). Sistem Penyediaan
Air Bersih Perdesaan Berbasis Masyarakat: Studi Kasus HIPPAM di DAS Brantas
Bagian Hilir. In Naskah dipresentasikan dalam seminar nasional Pascasarjana
VIII-ITS.
Nursahid
F. 2008. CSR Bidang Kesehatan dan
Pendidikan Mengembangkan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Indonesia Business
Links.
Noegroho,
Yoenanto Sinung, Soelistianingsih. Lana. 2007. Analisis Disparitas Pendapatan Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah
dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Regional. Papper
disajikan dalam Parallel Session IVA: Urban & Regional 13 Desember 2007.
Jam 13.00-14.30 Wisma Makara. Kampus UI – DepokNugroho,
Iwan dan Rochmin Dahuri. 2009. Pembangunan
Wilaya, Perspektif Ekonomi, Sosial dan Lingkungan. Pustaka LP3ES. Jakarta.
Polya, G. 2007. How to
solve It. Prinseton, NJ: Prinseton University Press.
Poteete,
A. E. Ostrom. 2004. Heterogeneity,
Group Size dan Collective Action : The Role of Institutions in Forest Management,
Ford Foundation and National Science.
Ratminto & Afik Septi W, 2005. Manajemen Pelayanan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Riyadi dan Deddy
Supriyadi Bratakusumah. 2005. Perencanaan
Pembangunan Daerah. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Robbins
P. Stephen, 2003.“ Organisation Behaviour ˮ̔̔, Edisi 9, New Jersey, Prentice
Hall International Inc.
Sendarmayanti. 2010. ManajemenSumber Daya Manusia: Rejormasi
Birokrasi dan Manajemen Pegawai Negri. Bandung: Refika Aditama
Shofiyah.2011.
Persepsi Masyarakat Terhadap
Pelaksanaan Fungsi Kepala Desa Sebagai Opinion
Leader Di Desa Pewunu Kec. Dolo Barat Kab. Sigi. Jurnal Academica Fisip Untad. 3 (1): 564-575.
Siagian, Sondang.2008.
Manajemen Sumber Daya Manusia (cetakan 15).
Jakarta: Bumi
Aksara.
Soerjono Soekanto. 2007. Sosiologi
(Suatu Pengantar) Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Sulistio, Denni.
2012. Pengaruh Kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi, Dan Belanja Modal Terhadap
Indeks Pembangunan Manusia Di Jawa Tengah Tahun 2006-2009. Economics Development
Analysis Journal. 1 (1): 115.
Tahoba A. 2011. Hubungan Aktivitas Komunikasi Publik Melalui
Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Dengan Kepuasan Publik dan Perilaku
Konflik. (Kasus Konflik Perusahaan BP LNG Tangguh dengan Masyarakat Adat Teluk
Bintuni Kabupaten Teluk Bintuni Provinsi Papua Barat. [Tesis] Bogor:
Institut Pertanian Bogor.
Tirtariandi, Yuli. 2012. Pengaruh
Motivasi Kerja Dan Kinerja Aparatur Pemerintah Kecamatan Terhadap Kualitas
Pelayanan Masyarakat ( Studi Di Kantor Kecamatan Jatinangor Kabupaten
Sumedang). Jurnal Ilmiah Administrasi Publik Dan Pembangunan. 3 (1): 396-407.
Wijono. 2008. Konflik Dalam Organisasi. Semarang:
Satya Wacana.
William Hendricks. 2010.
Bagimana Mengelola Konflik (Petunjuk Praktis untuk
Manajemen Konflik yang Efektif) Bumi Aksara: Jakarta Wilujeng, Sri Rahayu. 2013. “Hak Asasi Manusia: Tinjauan Dari
Puji Hidayanti. 2006. Pengembangan Masyarakat Kemiskinan dan Upaya
Pemberdayaan, komunitas jurnal Masyarakat Islam, Jurnal Volume 2, Nomor 1.
Sagrim, Mamah. 2009. Transisi Masyarakat Tradisional Indonesia
dalam Budaya Konsumtif. International Institute Research Culture Society
and Natural P r o t e c t i o n (IRCSNP). Diunduh di http://juanfranklinsagrim.
blogspot.com/dan http://www.hamah.socialgo.
com/. Diunduh 21 September 2016.
Sztompka, P. 2007. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta:
Prenada.
Smit, B., & Wandel, J. 2006. “Adaptation, Adaptive Capacity and
Vulnerability”. Global Environmental Change 16(3): 282–292.
Saparin, Hanif Nurcholis. 2011. Pembaharuan Desa Secara Partisipatif.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suharto. 2006. Pemberdayaan Masyarakat Strategi Pembangunan yang Berakar Kerakyatan.
PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Suradi dkk, 2007. Pemberdayaan Masyarakat Miskin, studi
Evaluasi Penanggulangan Kemiskinan di lima Provinsi, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Badan Pendidikan dan Penelitian
Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial Republik Indonesia, P3KS Press.
Dilla S. 2007. Komunikasi
Pembangunan: Pendekatan Terpadu. Bandung: Refika Offsed.
Todaro. Michael P. & Smith.
Stephen C. (2006). Pembangunan Ekonomi.
Edisi ke 9. Jakarta: Erlangga.
World Bank. 2007. Pakistan
Promoting Rural Growth and Poverty Reduction.
Dalam Document of The World Bank Report No. 39303- PK 30 March. Sustainable
dan Development Unit South Asia Region.
Wiley, J. 2006. Corporate Finance.. Mc. Grow Hill Los
Angeles.
Zuhriyah, Amanatuz. 2011. Produktivitas Susu Peternak Rakyat.
http://agribisnis.trunojoyo.ac.id. Diakses tanggal 27 Januari 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar